Halo Good Readers, kali ini saya membagikan informasi mengenai pembuatan makalah filsafat komunikasi, kenapa? karena filsafat juga sebagai akar ilmu komunikasi, dijelaskan juga mengenai hubungan filsafat dengan ilmu komunikasi, pengertian tentang aksiologi, epistemologi dan aksiologi.
Monggo dibaca :)
PEMBAHASAN
A. Korelasi Filsafat dengan Ilmu Komunikasi
Melihat dari
sejarah hubungan antara filsafat dan ilmu komunikasi mengalami
perkembangan yang sangat cepat. Pada permulaan sejarah filsafat di Yunani, “philosophia”
meliputi hampir seluruh pemikiran teoritis. Tetapi dalam perkembangan ilmu
komunikasi dikemudian hari, ternyata juga kita lihat adanya kecenderungan yang
lain.
Menurut
Bertens, filsafat Yunani Kuno yang tadinya merupakan suatu kesatuan kemudian
menjadi terpecah-pecah.[1] Namun
munculnya ilmu komunikasi alam pada abad ke 17, menyebabkan terjadinya
perpisahan antara filsafat dan ilmu komunikasi. Demikian dapatlah dikemukakan
bahwa sebelum abad ke 17 tersebut ilmu komunikasi adalah identik dengan
filsafat.
Bidang garapan
filsafat ilmu komunikasi terutama diarahkan pada komponen-komponen
yang menjadi tiang penyangga bagi eksistensi ilmu yaitu: ontologi, epistemologi dan aksiologi.
Interaksi
antara ilmu komunikasi dan filsafat mengandung arti bahwa, filsafat pada
masa kontemporer tidak dapat berkembang dengan baik jika terpisah dari komunikasi. Ilmu komunikasi tidak dapat tumbuh dengan baik tanpa kritik dari
filsafat.
B. Kajian Ontologis, Epistemologis, dan
Aksiologis Komunikasi
1. Kajian Ontologis
Adalah pengkajian ilmu mengenai hakikat
realitas dari obyek yang ditelaah dalam membuahkan ilmu pengetahuan (apa).
Menurut istilah Ontologi adalah ilmu yang
membahas sesuatu yang telah ada, baik secara jasmani maupun rohani.[2]
Ontologi merupakan bagian metafisika yang
mempersoalkan tentang hal-hal yang berkenaan dengan segala sesuatu yang ada dan
terkhusus esensinya, juga merupakan cabang filsafat yang membahas tentang
prinsip yang paling mendasar atau paling dalam dari sesuatu yang ada (baik yang
bersifat abstrak maupun riil).
·
Hakekat Ontologis
Hakekat kenyataan atau
realitas memang bisa didekati ontologi dengan dua macam sudut pandang:
1. kuantitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan itu tunggal atau jamak?
2. Kualitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan (realitas) tersebut memiliki kualitas tertentu, seperti misalnya daun yang memiliki warna kehijauan, bunga mawar yang berbau harum.
Secara sederhana ontologi bisa dirumuskan sebagai ilmu yang mempelajari realitas atau kenyataan konkret secara kritis.
1. kuantitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan itu tunggal atau jamak?
2. Kualitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan (realitas) tersebut memiliki kualitas tertentu, seperti misalnya daun yang memiliki warna kehijauan, bunga mawar yang berbau harum.
Secara sederhana ontologi bisa dirumuskan sebagai ilmu yang mempelajari realitas atau kenyataan konkret secara kritis.
2. Kajian Epistemologis
Adalah membahas cara untuk mendapatkan
pengetahuan yang dalam kegiatan keilmuan disebut juga metode ilmiah
(bagaimana).
Secara etimologi epistemologi dapat diartikan
teori pengetahuan yang benar, dan lazimnya hanya disebut teori pengetahuan (Theory
of Knowledge).[3]
Epistemologi adalah bagian filsafat yang
meneliti asal-usul, asumsi dasar, sifat-sifat, dan bagaimana memperoleh
pengetahuan menjadi penentu penting dalam menentukan sebuah model filsafat.
·
Objek Dan Tujuan Epistemologi
Objek epistemologi ini menurut Jujun
S.Suriasumatri berupa “segenap proses yang terlibat dalam usaha kita untuk
memperoleh pengetahuan.” Proses untuk memperoleh pengetahuan inilah yang
menjadi sasaran teori pengetahuan dan sekaligus berfungsi mengantarkan
tercapainya tujuan, sebab sasaran itu merupakan suatu tahap pengantara yang
harus dilalui dalam mewujudkan tujuan. Tanpa suatu sasaran, mustahil tujuan
bisa terealisir, sebaliknya tanpa suatu tujuan, maka sasaran menjadi tidak
terarah sama sekali.
Tujuan epistemologi menurut Jacques Martain
mengatakan: “Tujuan epistemologi bukanlah hal yang utama untuk menjawab
pertanyaan, apakah saya dapat tahu, tetapi untuk menemukan syarat-syarat yang
memungkinkan saya dapat tahu”. Hal ini menunjukkan, bahwa epistemologi bukan
untuk memperoleh pengetahuan kendatipun keadaan ini tak bisa dihindari, akan
tetapi yang menjadi pusat perhatian dari tujuan epistemologi adalah lebih
penting dari itu, yaitu ingin memiliki potensi untuk memperoleh pengetahuan.
·
Landasan Epistemologi
Kholil Yasin menyebut pengetahuan dengan
sebutan pengetahuan biasa (ordinary knowledge), sedangkan ilmu pengetahuan
dengan istilah pengetahuan ilmiah (scientific knowledge). Hal ini sebenarnya
hanya sebutan lain. Disamping istilah pengetahuan dan pengetahuan biasa, juga
bisa disebut pengetahuan sehari-hari, atau pengalaman sehari-hari. Pada bagian
lain, disamping disebut ilmu pengetahuan dan pengetahuan ilmiah, juga sering
disebut ilmu dan sains. Sebutan-sebutan tersebut hanyalah pengayaan istilah,
sedangkan substansisnya relatif sama, kendatipun ada juga yang menajamkan
perbedaan, misalnya antar sains dengan ilmu melalui pelacakan akar sejarah dari
dua kata tersebut, sumber-sumbernya, batas-batasanya, dan sebagainya. Metode
ilmiah
berperan dalam tataran transformasi dari wujud pengetahuan menuju ilmu
pengetahuan. Bisa tidaknya pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan yang bergantung
pada metode ilmiah, karena metode ilmiah menjadi standar untuk menilai dan
mengukur kelayakan suatu ilmu pengetahuan. Sesuatu fenomena pengetahuan logis,
tetapi tidak empiris, juga tidak termasuk dalam ilmu pengetahuan, melaikan
termasuk wilayah filsafat. Dengan demikian metode ilmiah selalu disokong oleh
dua pilar pengetahuan, yaitu rasio dan fakta secara integratif.
·
Hubungan Epistemologi, Metode dan Metodologi
Lebih jauh lagi Peter R.Senn mengemukakan, “metode merupakan suatu
prosedur atau cara mengetahui sesuatu yang mempunyai langkah-langkah yang
sistematis”.
Sedangkan metodologi merupakan suatu pengkajian dalam mempelajari
peraturan dalam metode tersebut. Secara sederhana dapat dikatakan, bahwa
metodologi adalah ilmu tentang metode atau ilmu yang mempelajari prosedur atau
cara-cara mengetahui sesuatu. Jika metode merupakan prosedur atau cara
mengetahui sesuatu, maka metodologilah yang mengkerangkai secara konseptual
prosedur tersebut. Implikasinya, dalam metodologi dapat ditemukan upaya
membahas permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan metode. Metodologi
membahas konsep teoritik dari berbagai metode, kelemahan dan kelebihannya dalam
karya ilmiah dilanjutkan dengan pemilihan metode yang digunakan, sedangkan
metode penelitian mengemukakan secara teknis metode-metode yang digunakan dalam
penelitian. Penggunaan metode penelitian tanpa memahami metode logisnya
mengakibatkan seseorang buta terhadap filsafat ilmu yang dianutnya. Banyak
peneliti pemula yang tidak bisa membedakan paradigma penelitian ketika dia
mengadakan penelitian kuantitatif dan kualitatif. Padahal mestinya dia harus
benar-benar memahami, bahwa penelitian kuantitatif menggunakan paradigma
positivisme, sehingga ditentukan oleh sebab akibat (mengikuti paham
determinsime, sesuatu yang ditentukan oleh yang lain), sedangkan penelitian
kualitatif menggunakan paradigma naturalisme (fenomenologis). Dengan demikian,
metodologi juga menyentuh bahasan tantang aspek filosofis yang menjadi pijakan
penerapan suatu metode. Aspek filosofis yang menjadi pijakan metode tersebut
terdapat dalam wilayah epistemologi.
Oleh karena itu, dapat dijelaskan urutan-urutan secara
struktural-teoritis antara epistemologi, metodologi dan metode sebagai berikut:
Dari epistemologi, dilanjutkan dengan merinci pada metodologi, yang biasanya
terfokus pada metode atau tehnik. Epistemologi itu sendiri adalah sub sistem
dari filsafat, maka metode sebenarnya tidak bisa dilepaskan dari filsafat.
Filsafat mencakup bahasan epistemologi, epistemologi mencakup bahasan
metodologis, dan dari metodologi itulah akhirnya diperoleh metode. Jadi, metode
merupakan perwujudan dari metodologi, sedangkan metodologi merupakan salah satu
aspek yang tercakup dalam epistemologi. Adapun epistemologi merupakan bagian
dari filsafat.
·
Hakikat
Epistemologi
Bahwa epistemologi keilmuan pada hakikatnya merupakan gabungan
antara berpikir secara rasional dan berpikir secara empiris. Kedua cara
berpikir tersebut digabungan dalam mempelajari gejala alam untuk menemukan
kebenaran, sebab secara epistemologi ilmu memanfaatkan dua kemampuan manusia
dalam mempelajari alam, yakni pikiran dan indera.
Oleh sebab itu, epistemologi adalah usaha untuk menafsir dan
membuktikan keyakinan bahwa kita mengetahuan kenyataan yang lain dari diri
sendiri. Usaha menafsirkan adalah aplikasi berpikir rasional, sedangkan usaha
untuk membuktikan adalah aplikasi berpikir empiris. Hal ini juga bisa
dikatakan, bahwa usaha menafsirkan berkaitan dengan deduksi, sedangkan usaha
membuktikan berkaitan dengan induksi. Gabungan kedua macaram cara berpikir
tersebut disebut metode ilmiah. Jika metode ilmiah sebagai hakikat
epistemologi, maka menimbulkan pemahaman, bahwa di satu sisi terjadi kerancuan
antara hakikat dan landasan dari epistemologi yang sama-sama berupa metode
ilmiah (gabungan rasionalisme dengan empirisme, atau deduktif dengan induktif),
dan di sisi lain berarti hakikat epistemologi itu bertumpu pada landasannya,
karena lebih mencerminkan esensi dari epistemologi. Dua macam pemahaman ini
merupakan sinyalemen bahwa epistemologi itu memang rumit sekali, sehingga
selalu membutuhkan kajian-kajian yang dilakukan secara berkesinambungan dan
serius.
·
Pengaruh
Epistemologi
Secara global epistemologi berpengaruh terhadap peradaban manusia.
Suatu peradaban, sudah tentu dibentuk oleh teori pengetahuannya. Epistemologi
mengatur semua aspek studi manusia, dari filsafat dan ilmu murni sampai ilmu
sosial. Epistemologi dari masyarakatlah yang memberikan kesatuan dan koherensi
pada tubuh, ilmu-ilmu mereka itu suatu kesatuan yang merupakan hasil pengamatan
kritis dari ilmu-ilmu dipandang dari keyakinan, kepercayaan dan sistem nilai
mereka. Epistemologilah yang menentukan kemajuan sains dan teknologi. Wujud sains
dan teknologi yang maju disuatu negara, karena didukung oleh penguasaan dan
bahkan pengembangan epistemologi. Tidak ada bangsa yang pandai merekayasa
fenomena alam, sehingga kemajuan sains dan teknologi tanpa didukung oleh
kemajuan epistemologi.
Epistemologi dalam ilmu filsafat akan terus mendorong manusia
untuk selalu berfikir dan berkreasi menemukan dan menciptakan sesuatu yang
baru. Semua bentuk teknologi yang canggih adalah hasil pemikiran-pemikiran
secara epistemologi, yaitu pemikiran dan perenungan yang berkisar tentang
bagaimana cara mewujudkan sesuatu, perangkat-perangkat apa yang harus
disediakan untuk mewujudkan sesuatu itu, dan sebagainya sehingga kajian
Filsafat Epistemologi akan selalu eksis pada seluruh cabang ilmu yang ada.
3. Kajian Aksiologi
Adalah teori nilai yang berkaitan dengan
kegunaan yang diperoleh (untuk apa).
Aksiologi
berasal dari bahasa Yunani, yaitu axios berarti ‘nilai’ dan logos berarti
‘ilmu atau teori’. Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan
untuk apa manusia mempergunakan ilmunya.
·
Penilaian Dalam Aksiologi
Dalam aksiologi, ada dua penilain yang umum digunakan, yaitu etika dan
estetika.
Etika
adalah cabang filsafat yang membahas secara kritis dan sistematis
masalah-masalah moral. Kajian etika lebih fokus pada prilaku, norma dan adat
istiadat manusia. Etika merupakan salah-satu cabang filsafat tertua. Setidaknya
ia telah menjadi pembahasan menarik sejak masa Socrates dan para kaum shopis.
Di situ dipersoalkan mengenai masalah kebaikan, keutamaan, keadilan dan
sebagianya. Etika sendiri dalam buku Etika Dasar yang ditulis oleh Franz Magnis
Suseno diartikan sebagai pemikiran kritis, sistematis dan mendasar tentang
ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Isi dari pandangan-pandangan moral
ini sebagaimana telah dijelaskan di atas adalah norma-norma, adat, wejangan dan
adat istiadat manusia. Berbeda dengan norma itu sendiri, etika tidak
menghasilkan suatu kebaikan atau perintah dan larangan, melainkan sebuah
pemikiran yang kritis dan mendasar. Tujuan dari etika adalah agar manusia
mengetahi dan mampu mempertanggungjawabkan apa yang ia lakukan.
Estetika merupakan bidang studi yang mempersoalkan tentang nilai
keindahan.[4]
Keindahan mengandung arti bahwa di dalam diri segala sesuatu terdapat
unsur-unsur yang tertata secara tertib dan harmonis dalam satu kesatuan
hubungan yang utuh dan menyeluruh. Maksudnya adalah suatu objek yang indah
bukan semata-mata bersifat selaras serta berpola baik melainkan harus juga
mempunyai kepribadian.
·
Kegunaan Aksiologi
Terhadap Tujuan Ilmu Pengetahuan
Berkenaan
dengan nilai guna ilmu, baik itu ilmu umum maupun ilmu agama, tak dapat
dibantah lagi bahwa kedua ilmu itu sangat bermanfaat bagi seluruh umat manusia,
dengan ilmu sesorang dapat mengubah wajah dunia.
Nilai
kegunaan ilmu, untuk mengetahui kegunaan filsafat ilmu atau untuk apa filsafat
ilmu itu digunakan, kita dapat memulainya dengan melihat filsafat sebagai tiga
hal, yaitu:
1. Filsafat sebagai kumpulan teori digunakan memahami dan mereaksi dunia pemikiran.
Jika seseorang hendak ikut membentuk dunia atau ikut mendukung suatu ide yang membentuk suatu dunia, atau hendak menentang suatu sistem kebudayaan atau sistem ekonomi, atau sistem politik, maka sebaiknya mempelajari teori-teori filsafatnya. Inilah kegunaan mempelajari teori-teori filsafat ilmu.
1. Filsafat sebagai kumpulan teori digunakan memahami dan mereaksi dunia pemikiran.
Jika seseorang hendak ikut membentuk dunia atau ikut mendukung suatu ide yang membentuk suatu dunia, atau hendak menentang suatu sistem kebudayaan atau sistem ekonomi, atau sistem politik, maka sebaiknya mempelajari teori-teori filsafatnya. Inilah kegunaan mempelajari teori-teori filsafat ilmu.
2.
Filsafat sebagai pandangan hidup.
Filsafat
dalam posisi yang kedua ini semua teori ajarannya diterima kebenaranya dan
dilaksanakan dalam kehidupan.Filsafat ilmu sebagai pandangan hidup gunanya
ialah untuk petunjuk dalam menjalani kehidupan.
3.
Filsafat sebagai metodologi dalam memecahkan masalah.
Dalam
hidup ini kita menghadapi banyak masalah.Bila ada batui didepan pintu, setiap
keluar dari pintu itu kaki kita tersandung, maka batu itu masalah. Kehidupan
akan dijalani lebih enak bila masalah masalah itu dapat diselesaikan. Ada
banyak cara menyelesaikan masalah, mulai dari cara yang sederhana sampai yang
paling rumit. Bila cara yang digunakan amat sederhana maka biasanya masalah tidak
terselesaikan secara tuntas. Penyelesaian yang detail itu biasanya dapat
mengungkap semua masalah yang berkembang dalam kehidupan manusia.
·
Kaitan Aksiologi Dengan
Filsafat Ilmu
Nilai
itu bersifat objektif, tapi kadang-kadang bersifat subjektif. Dikatakan objektif
jika nilai-nilai tidak tergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai. Tolak
ukur suatu gagasan berada pada objeknya, bukan pada subjek yang melakukan
penilaian. Kebenaran tidak tergantung pada kebenaran pada pendapat individu
melainkan pada objektivitas fakta. Sebaliknya, nilai menjadi subjektif, apabila
subjek berperan dalam memberi penilaian; kesadaran manusia menjadi tolak ukur
penilaian. Dengan demikian nilai subjektif selalu memperhatikan berbagai
pandangan yang dimiliki akal budi manusia, seperti perasaan yang akan mengasah
kepada suka atau tidak suka, senang atau tidak senang.
Bagaimana dengan objektivitas ilmu? Sudah menjadi ketentuan umum dan diterima oleh berbagai kalangan bahwa ilmu harus bersifat objektif. Salah satu faktor yang membedakan antara peryataan ilmiah dengan anggapan umum ialah terletak pada objektifitasnya. Seorang ilmuan harus melihat realitas empiris dengan mengesampingkan kesadaran yang bersifat idiologis, agama dan budaya. Seorang ilmuan haruslah bebas dalam menentukan topik penelitiannya, bebas melakukan eksperimen-eksperimen. Ketika seorang ilmuan bekerja dia hanya tertuju kepada proses kerja ilmiah dan tujuannya agar penelitiannya berhasil dengan baik. Nilai objektif hanya menjadi tujuan utamanya, dia tidak mau terikat pada nilai subjektif.
Bagaimana dengan objektivitas ilmu? Sudah menjadi ketentuan umum dan diterima oleh berbagai kalangan bahwa ilmu harus bersifat objektif. Salah satu faktor yang membedakan antara peryataan ilmiah dengan anggapan umum ialah terletak pada objektifitasnya. Seorang ilmuan harus melihat realitas empiris dengan mengesampingkan kesadaran yang bersifat idiologis, agama dan budaya. Seorang ilmuan haruslah bebas dalam menentukan topik penelitiannya, bebas melakukan eksperimen-eksperimen. Ketika seorang ilmuan bekerja dia hanya tertuju kepada proses kerja ilmiah dan tujuannya agar penelitiannya berhasil dengan baik. Nilai objektif hanya menjadi tujuan utamanya, dia tidak mau terikat pada nilai subjektif.
DAFTAR
PUSTAKA
Bertens, K.,
1999., “Sejarah Filsafat Yunani”, Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Surajiyo, Filsafat Ilmu Suatu Pengantar. 2014, Jakarta: PT
Bumi Aksara.
Louis Katsoff, Pengantar
Filsafat.
Suriasumantri,
Jujun S. 1996. Filsafat Ilmu: Sebuah
Pengantar Populer, Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan.
[1] Bertens,
K., 1999., “Sejarah Filsafat Yunani”, Penerbit Kanisius Yogyakarta. Hal.33
[2]Surajiyo, Filsafat
Ilmu Suatu Pengantar. 2014. Jakarta: PT Bumi Aksara. Hlm 23
[3]Surajiyo, Filsafat
Ilmu Suatu Pengantar. 2014. Jakarta: PT Bumi Aksara.
[4]Louis Katsoff, Pengantar
Filsafat. Hlm 319
Itulah salah satu contoh makalah kajian filsafat komunikasi.
Jangan lupa membuat, cover, pendahuluan, penutup dan poin penting lainnya yaa :D
Jangan lupa membuat, cover, pendahuluan, penutup dan poin penting lainnya yaa :D
Dan yang paling penting Jangan Lupa Membaca Buku.
Comments
Post a Comment