1. Arti Qiyas
Qiyas menurut bahasa, artinya "mengukur sesuatu dengan lainnya dan mempersamakannya".
Menurut istilah, "qiyas ialah menetapkan sesuatu perbuatan yang belum ada ketentuan hukumnya, berdasarkan sesuatu hukum yang sudah ditentukan oleh nash, disebabkan adanya persamaan di antara keduanya".
2. Kedudukan Qiyas
Qiyas menurut para ulama adalah hujjah syar'iyah yang keempat sesudah Al-Qur'an, Hadist dan Ijma'.
Mereka berpendapat demikian dengan alasan:
a. Firman Allah, yang Artinya:
"Dialah yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara ahli kitab dari kampung-kampung mereka pada saat pengusiran yang pertama. Kamu tidak menyangka, bahwa mereka akan keluar dan merekapun yakin, bahwa benteng-benteng mereka dapat mempertahankan mereka dari (siksa) Allah; maka Allah mendatangkan kepada mereka (hukuman) dari arah yang tidak mereka sangka-sangka. Dan Allah melemparkan ketakutan dalam hati mereka; mereka memusnahkan rumah-rumah mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan orang mukmin. Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai wawasan". (Q.S. Al-Hasyr: 2)
Karena i'tibar artinya "Qiyasusysyai-i bisysyai-i membandingkan sesuatu dengan sesuatu yang lain".
b. Berdasarkan hadist yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Dawud dan Turmudzi sebagai berikut:
Artinya:
"Sabda Nabi saw. ketika beliau mengutus Mu'adz ra. ke Yaman, maka Nabi bertanya kepadanya: "Dengan apa kamu menetapkan perkara yang datang kepadamu?". Kata Mu'adz: "Saya memberi keputusan dengan Kitab Allah". Nabi bersabda: "kalau kamu tidak mendapat pada Kitab Allah". Mu'adz menjawab: "Dengan sunnah Rasul". Nabi bertanya lagi: "Kalau pada Kitab Allah dan Sunnah Rasul tidak kau dapati?". Mu'adz menjawab: "Saya berijtihad dengan pendapat saya dan saya tidak akan kembali".
Kemudian Rasulullah menepuk dadanya (bergirang hati) sambil bersabda: "Alhamdulillah Allah telah memberi taufiq kepada pesuruh Rasulullah sesuai dengan keridhaan Rasulullah".
(HR. Ahmad, Abu Dawud, Turmudzi yang menyatakan, bahwa qiyas itu masuk ijtihad ra'yu juga).
3. Rukun Qiyas
Rukun qiyas ada empat:
a. Ashal (pangkal) yang menjadi ukuran/tempat menyerupakan (musyabbah bih = tempat menyerupakan).
b. Far'un (cabang), yang diukur (musyabbah = yang diserupakan).
c. 'Illat, yaitu sifat yang menghubungkan pangkal dan cabang.
d. Hukum, yang ditetapkan pada far'i sesudah tetap pada ashal.
Contoh:
Allah telah mengharamkan arak, karena merusak akal, membinasakan badan, menghabiskan harta. Maka segala minuman yang memabukkan dihukum haram juga.
Dalam contoh ini:
1) Segala minuman yang memabukkan ialah far'un/cabang, artinya yang diqiyaskan.
2) Arak ialah yang menjadi ukuran atau tempat menyerupakan/mengqiyaskan hukum, artinya ashal/pokok.
3) Mabuk merusak akal, ialah 'illat penghubung/sebab.
4) Hukum, segala minuman yang memabukkan hukumnya "haram".
4. Syarat Rukun-Rukun Qiyas
Setelah kita mengetahui rukun-rukun qiyas itu ada empat macam, yaitu ashal, far'i, illat dan hukum, maka baiklah kita mengetahui syarat-syaratnya masing-masing.
a. Syarat ashal/pokok:
Syarat ashal/pokok ada 3 macam:
1) Hukum ashal harus masih tetap (berlaku), karena kalau sudah tidak berlaku lagi (sudah diubah/mansukh) niscaya tak mungkin far'i berdiri sendiri.
2) Hukum yang berlaku pada ashal, adalah hukum syara', karena yang sedang dibahas oleh kita ini hukum syara' pula.
3) Hukum pokok/ashal tidak merupakan hukum pengecualian. Seperti sahnya puasa bagi orang yang lupa, meskipun makan dan minum. Mestinya puasanya menjadi batal, sebab sesuatu tidak akan ada, apabila berkumpul dengan hal-hal yang meniadakannya. Tetapi puasanya tetap ada, karena ada hadist: "Barangsiapa lupa, padahal ia sedang puasa, kemudian ia makan dan minum, hendaklah menyelesaikan puasanya". Sesungguhnya Allah yang memberinya makan dan minum".
(HR. Bukhari dan Muslim)
Berhubung hadist tersebut, maka orang yang dipaksa tidak dapat diqiyaskan dengan orang yang lupa.
b. Syarat-syarat far'i ada tiga:
1) Hukum far'i janganlah berujud lebih dahulu dari pada hukum ashal. Misalnya mengqiyaskan wudhu' kepada tayammum di dalam berkewajiban niat dengan alasan bahwa kedua-duanya sama-sama thaharah. Qiyas tersebut tidak benar, karena wudhu (dalam contoh ini sebagai cabang) diadakan sebelum hijrah, sedang tayammum (dalam contoh ini sebagai ashal) diadakan sesudah hijrah. Bila qiyas tersebut dibenarkan, berarti menetapkan hukum sebelum ada 'illat. Yakni karena wudhu itu berlaku sebelum tayammum.
2) 'Illat, hendaknya menyamai 'illat ashal.
3) Hukum yang ada pada far'i itu menyamai hukum ashal.
c. Syarat-syarat 'Illat ada tiga:
1) Hendaknya 'illat itu berturut-turut, artinya jika 'illat itu ada, maka dengan sendirinya hukumpun ada.
2) Dan sebaliknya apabila hukum ada, 'illatpun ada.
3) 'Illat jangan menyalahi nash, karena 'illat itu tidak dapat mengalahkannya, maka dengan demikian tentu nash lebih dahulu mengalahkan 'illat.
Contoh:
Sebagian ulama berpendapat bahwa perempuan dapat melakukan nikah tanpa izin walinya (tanpa wali), dengan alasan bahwa perempuan dapat memiliki dirinya diqiyaskan kepada bolehnya menjual harta bendanya sendiri. Qiyas tersebut tidak dapat diterima, karena berlawanan dengan nash hadist Nabi saw.
Yang Artinya: "Barangsiapa perempuan menikah dengan tidak seizin walinya (tanpa wali), maka nikahnya batal". (HR. Ibnu Hibban dan Hakim)
5. Macam-macam Qiyas
Qiyas ini ada empat macam: (1) Qiyas Aulawi, (2) Qiyas Musawi, (3) Qiyas Dilalah, (4) Qiyas Syibh.
Qiyas Aulawi dan Qiyas Musawi, biasa disebut Qiyas 'illat, karena qiyas-qiyas ini mempersamakan soal cabang dengan soal pokok karena persamaan 'illatnya.
a. Qiyas Aulawi (lebih-lebih)
Qiyas aulawi ialah yang'illatnya sendiri menetapkan adanya hukum, sementara cabang lebih pantas menerima hukum daripada ashal. Seperti haramnya memukul ibu bapak yang diqiyaskan kepada haramnya memaki kepada mereka, dilihat dari segi 'illatnya ialah menyakiti, apalagi memukul lebih-lebih menyakiti.
b. Qiyas Musawi (bersamaan 'illatnya)
Qiyas musawi ialah 'illatnya sama dengan 'illat qiyas aulawi, hanya hukum yang berhubungan dengan cabang (far'i) itu, sama setingkat dengan hukum ashalnya. Seperti qiyas memakan harta benda anak yatim kepada membakarnya, dilihat dari segi 'illatnya ialah sama-sama melenyapkannya.
(dalam pelajaran "mafhum", ini disebut "lahnal khithab")
c. Qiyas Dilalah (menunjukkan)
Qiyas dilalah ialah yang 'illatnya tidak menetapkan hukum, tetapi menunjukkan juga adanya hukum. Seperti mengqiyaskan wajibnya zakat harta benda anak-anak yatim dengan wajibnya zakat harta benda orang dewasa, dengan alasan kedua-duanya merupakan harta yang tumbuh.
d. Qiyas Syibh (menyerupai)
Qiyas syibh ialah mengqiyaskan cabang yang diragukan diantara kedua pangkal kemana yang paling banyak menyamai. Seperti budak yang dibunuh mati, dapat diqiyaskan dengan orang yang merdeka karena sama-sama keturunan Adam; dapat juga diqiyaskan dengan ternak karena kedua-duanya adalah harta benda yang dapat dimiliki, dijual, diwakafkan dan diwariskan. Dengan demikian tentu lebih sesuai diqiyaskan dengan harta benda semacam ini, karena ia dapat dimiliki dan diwariskan dan sebagainya.
Sumber bacaan:
Rifa'i, Moh. Ilmu Fiqih Islam Lengkap. Semarang: PT Karya Toha Putra. 1978
Baik Good Readers itulah pembahasan yang saya ambil dari buku karya Drs. Moh. Rifa'i untuk memulai di postingan awal tahun 2019 ini.
Mungkin sudah puluhan tahun semenjak penerbitan buku ini, tapi dirasa cukup membantu dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan kita semua.
Apabila ada informasi terbaru tentang qiyas ini, bisa kalian bagikan di kolom komentar.
Terimakasih dan semoga bermanfaat.
Comments
Post a Comment